Wednesday, December 26, 2007

DEKLARASI PERNYATAAN SIKAP

Kami Pemuda Indonesia menyatakan:

I. Posisi Pemuda Indonesia terhadap perubahan iklim:

1. Pemuda Indonesia merupakan korban terbesar yang merasakan dampak secara langsung dari perubahan iklim.
2. Pesatnya industri dan besarnya pengaruh iklan komersial mendorong pola hidup pemuda menjadi konsumtif.

II. Sikap Pemuda Indonesia terhadap Perubahan Iklim:

1. Menolak pemikiran bahwa pemanasan global adalah gejala alam, melainkan bencana ekologis.
2. Menolak ekstraksi sumberdaya alam yang tidak bermoral dan penggunaan teknologi tidak ramah lingkungan.
3. Menolak perdagangan karbon, karena akan mengakibatkan semakin besar kesenjangan dan ketidakadilan.
4. Menuntut penghapusan hutang Negara-negara korban ketidakadilan iklim. Tidak menerima hutang.
5. Menolak skema mekanisme REDD (Reduce Emissions from Deforestation and Forest Degradation), tetapi kita mendesak penurunan emisi karbon sekaligus bertanggung jawab untuk membayar ganti rugi.

Maka dengan ini, kami Pemuda Indonesia untuk keadilan iklim menuntut:

1. Negara-negara maju penghasil emisi terbesar di dunia untuk segera menurunkan semisinya, demi kesejahteraan, kesetaraan, dan keadilan iklim bagi umat manusia.
2. Kembalikan Hak-hak atas kelayakan lingkungan hidup sesuai dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup No.23 Tahun 1997.

Ditetapkan di Bali, 06 Desember 2007

Forum Pemuda Indonesia Untuk Pemanasan Global

-Youth Forum-

Tuesday, November 20, 2007

Global Warning atau Gombal Warning*

Kambing (Hitam) dan (m)Bebek Di Pesta Pora Para
Serigala?

Andreas Iswinarto

Vandhana Shiva seorang cendekiawan India terpandang
dan seorang aktifis sosial dunia menyatakan “dengan
menolak menandatangani Protokol Kyoto, Presiden Bush
telah melakukan tindak terorisme ekologis pada
sejumlah besar komunitas yang barangkali akan lenyap
dari muka bumi karena pemanasan global. Sedangkan di
Seattle, WTO dijuluki World Terorist Organisations
(Organisasi Teroris Dunia) oleh para demostran, sebab
kebijakan yang menyangkal hak kelangsungan hidup
jutaan orang”..

Mempertahankan ‘gaya hidup’ Amerika lah yang menjadi
dasar Presiden Bush dan juga pemerintahan Australia
untuk tetap bebal menolak menandatangi Protokol
Kyoto. Protokol Kyoto adalah tindak lanjut dari
Konvensi Perubahan Iklim, yang menetapkan target
penurunan emisi sebesar 5% untuk menstabilkan
konsentrasi gas rumah kaca. Mempertahankan ‘gaya
hidup’ ini jugalah yang menyebabkan rendahnya komitmen
negara-negara maju untuk memecahkan persoalan genting
ini.

Sesungguhnya di balik ‘gaya hidup’ Amerika inilah
tersembunyi ketamakan dan keserakahan. Mahatma Gandhi
memperingatkan “Bumi cukup untuk memenuhi kebutuhan
kita semua, namun ia tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan segelintir orang yang tamak”.

Selain itu dibalik kedigjayaan perusahaan-perusaha an
multinasional dan transnasional di negara-negara
utara yang mengontrol WTO, IMF, Bank Dunia, ADB dan
lembaga keuangan internsional, berlangsung rumus
akumulasi kekayaan segelintir orang hanya mungkin
terperoleh melalui penghisapan, dan kesengsaran yang
lain..

Pemanasan Global Ancaman Bagi Perdamaian Dunia

Namun sebuah pukulan martil dihantamkan di dinding
kebekuan ini oleh Panitia Nobel Swedia. Di tengah
semakin menguatnya fakta-fakta perubahan iklim yang
menyebabkan munculnya bencana ekologi di berbagai
belahan dunia, Al Gore (mantan wakil presiden AS dan
pejuang lingkungan hidup yang gigih) dan
Intergovernmental Panel on Climate Change – IPCC
(Panel Antar Negara untuk Perubahan Iklim)
Perserikatan Bangsa-bangsa dianugerahi penghargaan
nobel perdamaian.oleh lembaga bergengsi ini.

Ini menguatkan kredibilitas IPCC yang menghimpun pakar
dan peneliti dari 130 negara, berhadap-hadapan dengan
berbagai lembaga kajian tandingan yang dibayar oleh
perusahaan-perusaha an Perusahaan Trans-Multinasional
terutama perusahaan perminyakan raksasa untuk
mematahkan temuan-temuan dan prediksi ilmiah di
seputar isu perubahan iklim.

Diantaranya Intergovernmental Panel on Climate Change
Working memperkirakan tanpa ada upaya global
mengurangi emisi memperkirakan 75-250 juta penduduk di
berbagai wilayah benua Afrika akan menghadapi
kelangkaan pasokan air pada tahun 2020. Sementara itu
kelaparan akan meluas di Asia Timur, Asia Tenggara dan
Asia Selatan.. Sementara itu area pertanian akan
mendapatkan hujan separuhnya di Afrika hingga 2020

Khusus untuk Indonesia IPCC juga menyebutkan akan
menghadapi resiko besar akibat pemanasan global.
Dimana pada tahun 2030, diprediksi akan terjadi
kenaikan permukaan air laut sebesar 8-29 cm dari saat
ini. Bila benar, Indonesia dikhawatirkan akan
kehilangan sekitar 2000 pulau-pulau kecil. Penduduk
Jakarta dan kota-kota di pesisir akan kekurangan air
bersih. Pada sejumlah daerah aliran sungai akan
terjadi perbedaan tingkat air pasang dan surut yang
kian tajam. Akibatnya, akan sering terjadi banjir,
sekaligus kekeringan yang mencekik kehidupan.

Sementara terpilihnya Al Gore memberikan ujian baginya
untuk membayar kemandulannya saat memegang jabatan
wakil presiden Amerika Serikat. Sekaligus untuk
menjadi martil bagi Gedung Putih (pemerintah Amerika
Serikat) yang hingga kini menolak menandatangani
Protokol Kyoto.

Nobel Perdamaian ini sekaligus menegaskan bahwa
perubahan iklim adalah ancaman besar bagi terwujudnya
dunia yang damai. Disisi lain mengukuhkan tindakan
pemerintah Bush yang tetap bebal menolak
menandatangani Protokol Kyoto sebagai tindak terorisme
ekologis, sebagai pernyataan perang yang tidak ada
habis-habisnya terhadap bumi dan manusia.

Negara-negara utara adalah negara-negara yang rakus
mengkonsumsi energi, dan Amerika Serikat adalah yang
paling rakus.

Penduduk Amerika, Kanada, dan Eropa yang hanya 20,1
persen dari total warga dunia mengkonsumsi 59,1 persen
energi dunia, sedangkan warga Afrika dan Amerika Latin
yang 21,4 persen dari populasi dunia hanya
mengkonsumsi 10,3 persen.

Data 1990 menunjukkan, total emisi gas rumah kaca
mencapai 13,7 Gt (gigaton), yang secara berturut-turut
disumbang Amerika (36,1 persen), Rusia (17,4 persen),
Jepang (8,5 persen), Jerman (7,4 persen), Inggris (4,2
persen), Kanada (3,3 persen), Italia (3,1 persen),
Polandia (3 persen), Prancis (2,7 persen), dan
Australia (2,1 persen)

Pesta Pora Para Serigala

Saat menerima penghargaan nobel perdamaian Al Gore
menyatakan bahwa kita menghadapi kedaruratan yang
sangat serius. Ironisnya Gore menyangkal krisis iklim
sebagai isu politik yang paling genting saat ini dan
ia lebih memandangnya sebagai tantangan spiritual
untuk kemanusiaan. Nampaknya Gore ragu-ragu untuk
mengakui fakta bahwa persoalan krisis iklim global
adalah soal politik yang penyelesaiannya harus di
lakukan di arena politik di dalam pertarungan politik
yang keras.

Lebih tegas ini adalah soal ekonomi politik. Ini
adalah soal penguasaan akses ekonomi, alokasi sumber
ekonomi, dan distribusi manfaat atas sumber-sumber
ekonomi.. Ini adalah soal siapa yang memperoleh manfat
(keuntungan) , siapa yang menanggung biaya (
ekternalitas’ diantarnya adalah biaya
kerusakan/pencemara n lingkungan) Ini adalah soal
tatanan ekonomi yang tidak adil. Tatanan ekonomi
dimana ketamakan adalah keutamaan, tatanan ekonomi
dimana akumulasi kekayaan segelintir orang hanya
terjadi melalui penghisapan dan kesengsaraan
mayoritas lainnya. Inilah sistem ekonomi yang sedang
mendominasi panggung global hari ini bahkan sejak
jaman kolonialisme dan imperialisme klasik. Hari ini
sistim ini bernama Kapitalisme Neoliberal. Inilah
sistem ekonomi, dan kelembagaan ekonomi politik yang
bertumpu pada akumulai modal dan keuntungan,, sistem
kepemerintahan nasional dan global yang dikendalikan
oleh pasar.

Ini adalah HUKUM RIMBA, ini adalah PESTA PORA PARA
SERIGALA. Negara-negara selatan dan miskin dengan
segala kekayaan alamnya dan mayoritas rakyatnya,
adalah SANTAPANNYA. PESTA PORA PARA SERIGALA INI tidak
saja meninggalkan kemiskinan yang parah di kalangan
mayoritas rakyat utamanya di negara-negara selatan,
tetapi juga menimbulkan kerusakan lingkungan yang
parah di tingkat lokal dan regional. Dan pada
puncaknya kini seluruh bumi dan peradabannya harus
menghadapi ancaman bencana ekologi yang maha dasyat
akibat perubahan iklim. Ironinya rakyat di dunia
ketiga dan negara-negara selatan yang paling rentan
menghadapi ancaman bencana ini.

Negara-negara Maju/Utara terutama Amerika Serikat
adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas
pemanasan global. Sikap keras kepala untuk
mempertahankan gaya hidup yang konsumtif, mewah dan
boros adalah sebuah tindakan pengingkaran terhadap
tanggung jawab tersebut. Bahwa kemakmuran yang mereka
nikmati hari adalah hasil dari penghisapan dan
pengerukan kekayaan alam negara-negara selatan sejak
masa kolonialisme dan imperialisme klasik hingga saat
ini. Sesungguhnya merekalah yang berhutang kepada
negara-negara Selatan. Yakni hutang sosial dan
ekologis yang diakumulasi negara-negara industri
karena perampasan sumber daya alam, kerusakan
lingkungan, pemiskinan rakyat dan pemakaian ruang alam
untuk menimbun limbah berbahaya diantaranya gas-gas
efek rumah kaca yang menimbulkan pemanasan global.

Bentuk-bentuk pengingkaran ini diantaranya dilakukan
dengan membuat kajian-kajian yang melemahkan dan
menyangkal laporan-laporan ilmiah seperti yang
dikeluarkan oleh IPCC, baik yang disponsori oleh
korporasi trans/multinasional maupun oleh aktor-aktor
di dalam pemerintahan. Pengingkaran- pengingkaran ini
dilakukan juga melalui pemaksaan mekanisme-mekanisme
perdagangan melalui WTO yang mensubordinasikan
otoritas Perserikatan Bangsa-bangsa, serta ekspor
teknologi kotor ke negara-negara selatan.

Pengingkaran- pengingkaran ini dilakukan dengan
memberikan keleluasan dan perlindungan kepada
korporasi-korporasi trans/multinasional untuk
menjalankan bisnisnya. Kini kekuasaan Korporasi Global
telah menyaingi kekuasan ekonomi-ekonomi
negara-negara.

Dari 100 pelaku ekonomi terbesar dunia, 52 diantaranya
adalah Korporasi Global. Oleh karena itu tanggungjawab
dan regulasi juga harus dilekatkan kepada
korporasi-korporasi ini.

Politik pengingkaran ini kemudian dilakukan dengan
mengkambing hitamkan negara-negara industri baru
seperti Cina, India, Meksiko, Brazil sebagai penyebab
utama pemanasan global. Demikian politik kambing hitam
ini ditujukan kepada negara-negara seperti Indonesia
yang belum lama ini dianugerahi gelar emitor ke-3
tertinggi emisi gas rumah kaca karena kebakaran lahan
dan hutan. Politik kambing hitam ini juga bisa dilihat
dengan mengalihkan tanggungjawab mereka untuk
mengurangi emisi di negaranya dengan bantuan untuk
penghutanan di negara berkembang atau melalui
mekanisme perdagangan karbon.

Pada akhirnya alih-alih mengakui hutang ekologis
mereka menggunakan intrumen hutang luar negri dan
investasi asing untuk melakukan kontrol, penaklukan
terhadap kedaulatan ekonomi negara-negara selatan.
Mereka menafikan bahwa kucuran dana baik hutang luar
negri maupun kredit ekspor mereka ikut andil
mengkronstruksikan ekonomi yang eksploitatif dan
menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Termasuk
diantaranya sistim bioful estate, industri pembangkit
listrik tenaga nuklir, rekayasa genetik.

Jerat hutang luar negeri ini lah yang akhirnya
menjadikan penguasa di negara-negara berkembang
(m)BEBEK saja kepada kepentingan negara-negara utara.
Disamping tentunya mental untuk mengejar rente ekonomi
yang menjanjikan dari proyek-proyek hutan dan proyek
‘perubahan’ iklim yang tidak memihak kepada
kepentingan mayoritas rakyat yang hidupnya bertumpu
pada hutan. Begitulah, rezim yang kini berkuasa di
negeri adalah juga undangan VIP dan sekaligus tuan
rumah pesta pora ini????

* meminjam sinisme di kaos yang dibikin kawan-kawan
muda sahabat lingkungan


dari milis temukita. udah minta ijin sama yang nulisnya kok!

Friday, November 9, 2007

Harap Isi

myspace

myspace



heyy..heyy... teman-teman!! apa kabarnya?? Tetep berjuang untuk our mother nature yang lebih adeemmm kan??

tuk teman-teman yang punya pengumuman or artikel mengenai Pemanasan Global or yang lebih sering disebut global warming (padahal bukannya hangat tapi panaasssss booooo....) bisa ikut nimbrung disini dengan cara kirim tulisan kamu ke youth4climatechange.gmail.com nanti as an owner ku posting ke blog ini. oh ya.. diharapkan juga pendapat, kritik, dan sarannya untuk semua tulisan2 yang diposting. kalo ada kekurangan yahh... mohon dimaafkan ya..! kan masih proses belajar.. hehehehe


myspace icon

myspace icon

Wednesday, November 7, 2007

Laut pun Terancam


pernah membayangkan laut... pastinya tergambar sebuah pantai dengan matahari yang hangat dan angin serta aroma pantai yang khas.. lalu air laut yang hangat membuat pantai jadi tempat yang oke banget dehhh... apalagi sambil minum es kelapa selagi sunbathing. beuh..beuh.. what a paradise!!
tapi air laut yang hangat itu nggak baik lho!!
air laut yang hangat itu akan mudah dijumpai dalam kurun waktu 100 tahun mendatang.
tetapi itu jelas bukan berarti berita baik untuk lingkungan karena lautan biru itu muncul disebabkan pemanasan global yang membuat laut menjadi terlalu panas bagi ikan, atau terlalu beracun untuk hewan laut.

Lautan yang makin panas itu juga mungkin sudah tidak mampu lagi untuk menyerap Karbon Dioksida, CO2, dari atmosfir bumi.

Selama ini lautan menyerap lebih dari separuh panas yang dipancarkan matahari dan kemudian membaginya ke seluruh permukaan bumi.

Dan menurut Dr. John Shepherd dari Lembaga Oseanografi Inggris di Southampton, lautan juga ikut memperlambat dan mengurangi ancaman perubahan suhu.

Namun belakangan ini ada kekuatiran kalau laut saat ini semakin tidak mampu mendistribusikan panas ke seluruh penjuru bumi.

Dibawah permukaan air, ada gelombang atau mungkin lebih tepat disebut aliran arus laut, yang oleh para ilmuwan disebut sebagai Sabuk Laut.

Fungsi sabuk laut ini adalah mendorong air laut, yang sudah dipanaskan oleh matahari di wilayah tropik, ke daerah yang lebih dingin di kutub.

Proses sebaliknya juga terjadi, yaitu air dingin di Artik dan Antartika dibawa ke daerah tropik untuk dipanaskan.

Stuart Cunningham, seorang pakar khusus persoalan arus laut dari Inggris, mengatakan bahwa proses itu amat penting untuk Lautan Atlantik.

"Di wilayah utara Atlantik ada Laut Artik, sehingga arus air hangat bisa bergerak hingga jauh sekali ke ujung kutub. Itulah sebabnya iklim Eropa relatif tidak terlalu dingin," tuturnya.

Arus Atlantik Utara lebih dikenal dengan sebutan arus Teluk, dan yang dikuatirkan para ilmuwan adalah pemanasan global akan memperlambat arus itu.

so, apa yang terjadi jika sabuk laut tidak berfungsi??
Tidak berfungsinnya sabuk arus laut ini membahayakan kehidupan biota laut karena itu berarti tidak akan ada lagi pergerakan.

Sebenarnya berhentinya sabuk arus lautan ini pernah terjadi selama 1000 tahun, dan membuat Eropa kembali ke jaman es, yaitu di abad ke 14.

Waktu itu kawasan Eropa seperti menjadi sebuah benua es mini, dan penyebabnya adalah gejala alami, antara lain badai angin yang keras.

And the conclusion is: global warming mengancam kehidupan di seluruh bumi. AYO SELAMATKAN BUMI DARI PEMANASAN GLOBAL!

(UTi: terinspirasi dari http://www.bbc.co.uk/indonesian/indepth/story/2007/02/070216_globalwarming2.shtml)

Tuesday, November 6, 2007

TISSUE??


Tau nggak sih?? kalo kamu memilih menggunakan tissue dibandingkan sapu tangan berarti kamu ikut berperan dalam pemanasan global.. nggak percayaa???
ini datanya:
Per capita annual consumption of toilet tissue in North America 23.0 kg
In Western Europe 13.8 kg
In Latin America 4.2 kg
In Asia 1.8 kg
In Africa 0.4 kg

Estimated sales of toilet paper in the United States (2005) US$5.7 billion
In Canada US$643 million
In India US$7.7 million

Cuy, bayangin aja kalo bahan dasar tissue kan pulp ato bubur kertas yang berasal dari pohon juga. dengan tingkat konsumsi tissue yang tinggi berarti akan semakin banyak pohon dan hutan yang ditebangi dan semakin sedikit aja pengolah emisi karbon dan karbon jadi makin banyak, gas rumah kaca makin banyak and terjadi peningkatan suhu bumi, cuma untuk tissue aja!! Please dong!!

(terinspirasi dari:http://timpakul.hijaubiru.org)

Wednesday, October 31, 2007

Fakta pemanasan Global


Perubahan iklim (climate change) adalah realitas. Dampak perubahan iklim telah nyata menjadi ancaman bagi kehidupan di bumi. IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) dalam “Climate Change 2007: impact, adaptation, and vulnerability” menunjukkan berbagai ancaman berpotensi menjadi bencana besar. Bahkan, beberapa sumber memvonis, ancaman bencana akibat perubahan iklim lebih menyeramkan dari terorisme. Krisis air dan pangan, kesehatan, badai, kekeringan, banjir-longsor adalah hal telah mulai dirasakan dampaknya.

Indonesia tidak lepas dari dampak pemanasan global. Akibat naiknya air laut, diperkirakan 14.000 desa di wilayah pesisir akan hilang pada tahun 2015. Banjir-longsor serta badai akan semakin parah. Perubahan iklim pun akan menurunkan produktifitas pangan. Perubahan suhu dan curah hujan memungkinkan pemindahan distribusi nyamuk malaria dan demam berdarah. Penyakit lain yang akan mengancam sampai pada kematian adalah diare dan kolera.


Penelitian terakhir para ahli klimatologi di Amerika Serikat berhasil membuktikan bahwa pemanasan global terjadi karena Bumi menyerap lebih banyak energi Matahari daripada yang dilepas kembali ke ruang angkasa.

Kesimpulan ini diperoleh melalui model komputer yang mensimulasikan data-data iklim dari pengukuran suhu lautan. Bukti tersebut semakin menguatkan pendapat bahwa aktivitas manusia adalah penyebab pemanasan global.

Fakta lainnya didapat dari situs ANTARA:jika suatu ketika lapisan es di bumi mencair maka ketinggian permukaan air laut dapat dipastikan naik hingga 64 meter.






Blink bout climate change


Biasanya istilah Efek Rumah Kaca, Pemanasan Global dan Perubahan Iklim digunakan untuk menggambarkan masalah yang sama. Namun, sesungguhnya istilah-istilah tersebut lebih menunjukkan hubungan sebab akibat.

Efek rumah kaca adalah penyebab, sementara pemanasan global dan perubahan iklim adalah akibat. Efek rumah kaca menyebabkan terjadinya akumulasi panas di atmosfer, yang kemudian akan mempengaruhi sistem global. Hal ini bisa menyebabkan naiknya temperatur rata-rata bumi yang kemudian dikenal dengan pemanasan global.

Pemanasan global pada akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan iklim, atau tepatnya perubahan beberapa variabel iklim seperti suhu udara, curah hujan dan musim.

Perubahan iklim menyebabkan mencairnya es dan gletser di seluruh dunia, terutama di Kutub Utara dan Selatan. Diketahui bahwa es yang menyelimuti permukaan bumi telah berkurang lebih dari 10% sejak tahun 1960. Sementara ketebalan es di Kutub Utara telah berkurang 42% dalam 40 tahun terakhir (Fred Pearce, 2001).

Selain itu, perubahan iklim juga menyebabkan terjadinya pergeseran musim, dimana musim kemarau akan berkangsung lama sehingga menimbulkan bencana kekeringan dan penggurunan. Bencana ini mulai dapat dijumpai dengan mudah di beberapa daerah di Indonesia. Sementara itu, para ilmuwan juga memperkirakan bahwa kekeringan akan melanda Afrika, Eropa, Amerika Utara dan Australia.

Dampak perubahan iklim yang lainnya adalah meningkatnya permukaan air laut. Menurut IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), panel ahli untuk isu perubahan iklim, dalam 100 tahun terakhir telah terjadi peningkatan permukaan air laut setinggi 10-25 cm. Sementara itu diperkirakan bahwa pada tahun 2100 mendatang akan terjadi peningkatan air laut setinggi 15-95 cm (Green Peace, 1998).

Selain dampak-dampak diatas, perubahan iklim juga akan menyebabkan terjadinya krisis persediaan makanan akibat tingginya potensi gagal panen, krisis air bersih, meluasnya penyebaran penyakit tropis seperti malaria, demam berdarah dan diare, kabekaran hutan, serta hilangnya jutaan spesies flora dan fauna karena tidak dapat beradaptasi dengan perubahan suhu di bumi.

Banyak tindakan yang bisa dilakukan oleh setiap individu untuk mencegah terjadinya perubahan iklim. Diantaranya berjalan kaki atau bersepeda pancal jika jarak tempuh dekat, yang tentunya akan mengurangi polusi udara yang dihasilkan. Bisa juga dengan mematikan listrik jika tidak digunakan, karena dapat mengurangi emisi gas karbon yang dihasilkan.

Tindakan-tindakan lainnya yang bisa dilakukan untuk mencegah pemanasan global seperti membeli produk-produk ramah lingkungan, memanfaatkan lahan kosong untuk pepohonan, membeli produk dengan sedikit kemasan, menggunakan transportasi umum dari pada kendaraan pribadi, membawa botol minuman sendiri saat pergi sekolah atau bermain, menggunakan lampu TL / neon dari pada lampu pijar karena lebih hemat energi dan rajin menservis kendaraan bermotor untuk mengurangi emisi gas buang kendaraan. (sumber dari: www.tunashijau.org)